BAB II
PEMBAHASAN
2.1.
Pengertian
Self Regulated Learning
Self Regulated Learning adalah suatu model pembelajaran yang memberikan
keleluasaan kepada pebelajar untuk mengelola secara efektif pembelajaran
sendiri dalam berbagai cara, sehingga pencapai hasil belajar yang optimal. Teori
sosial kognitif menyatakan bahwa faktor sosial, kognitif serta faktor perilaku,
memainkan peran penting dalam proses pembelajaran. Salah satu proses pembelajaran
yang melibatkan ketiga faktor tersebut adalah Self Regulated Learning. Zimmerman & Martinez-Pons, (1990)
menyatakan bahwa Self Regulated Learning
merupakan konsep mengenai bagaimana seorang siswa menjadi pengatur bagi belajarnya
sendiri.
Zimmerman
mendefinisikan Self Regulated Learning
sebagai suatu proses dimana seorang siswa mengaktifkan dan mendorong kognisi (cognition), perilaku (behaviours) dan perasaannya (affect) secara sistematis dan
berorientasi pada pencapaian tujuan belajar. Berdasarkan perspektif sosial
kognitif, siswa yang dapat dikatakan sebagai Self Regulated Learner adalah siswa yang secara metakognitif,
motivasional, dan behavioral aktif dan turut serta dalam proses belajar mereka.
Siswa tersebut dengan sendirinya memulai usaha belajar secara langsung untuk
memperoleh pengetahuan dan keahlian yang diinginkan, tanpa bergantung pada guru,
orang tua atau orang lain.
Menurut
Kathryn Dukworth, et al (2009: 2) Self Regulation Learning (SRL) mengacu
pada "pikiran, perasaan dan aksi yang terencana dan diadaptasikan untuk
mencapai tujuan-tujuan personal", termasuk didalamnya: 1) goal setting
untuk pembelajaran; 2) konsentrasi terhadap instruksi; 3) menggunakan strategi
efekif untuk mengorganisasikan ide-ide, 4) menggunakan sumber-sumber belajar
dengan efektif, 5) memonitoring penampilan, 6) mengatur waktu dengan efektif,
dan 7) memegang keyakinan positif tentang salah satu kemampuan yang dimiliki.
Schunk,
(1998) menjelaskan Self Regulated
Learning berlangsung bila siswa secara sistematik mengarahkan perilaku dan
kognisinya dengan cara memberi perhatian pada instruksi tugas-tugas, melakukan
proses dan mengintegrasikan pengetahuan, mengulang-ulang informasi untuk
diingat serta mengembangkan dan memelihara keyakinan positif tentang kemampuan
belajar (self efficacy) dan mampu
mengantisipasi hasil belajarnya.
Siswa
dikatakan telah menerapkan Self Regulated
Learning apabila siswa tersebut memiliki strategi untuk mengaktifkan
metakognisi, motivasi, dan tingkah laku dalam proses belajar mereka sendiri
(Ponz, 1990). Kebiasaan mengatur dan mengarahkan diri sendiri diharapkan dapat
terbentuk dalam belajar.
Self Regulated Learning menempatkan pentingnya kemampuan seseorang untuk belajar
disiplin mengatur dan mengendalikan diri sendiri, terutama bila menghadapi tugas-tugas
yang sulit. Pada sisi lain, Self
Regulated Learning menekankan pentingnya inisiatif karena SRL merupakan
belajar yang terjadi atas inisiatif sundiri. Siswa yangmemiliki inisiatif
menunjukkan kemampuan untuk mempergunakan pemikiran-pemikirannya,
perasaan-perasaannya, strategi dan tingkah lakunya untuk mencapai tujuan
(Zimmerman, 2002). Dengan demikian dapat dikatakan betapa efektifnya belajar jika
siswa memiliki keterampilan self-regulated learning (SRL).
2.2.
Komponen-Komponen
Psikologis Self Regulated Learning
Modal
potensi kecerdasan dan bakat tidaklah cukup untuk mendorong kesuksesan dalam
belajar. Dorongan psikologis yang bersifat mendidik (psycho-educative) sangatlah penting untuk menumbuh kembangkan
potensi kecerdasan dan bakat, sehingga mencapai keberhasilan dalam suatu proses
pembelajaran. Salah satu bentuknya adalah motivasi dan kepercayaan diri. Selain
potensi kecerdasan dan bakat, SRL dapat mengoptimalkan proses dan hasil belajar
secara optimal, desebabkan karena bersinerginya 3 (tiga) komponen SRL, yaitu self-motivation, self-efficacy, dan
self-evaluation.
1.
Motivasi
diri (Self-motivation).
Menurut Maslow (1943-1970) yang dikutip
Djamarah (225:115) sangat percaya bahwa tingkah laku manusia dibangkitkan dan
diarahkan oleh kebutuhan-kebutuhan tertentu, seperti kebutuhan fisiologis, rasa
aman, rasa cinta, penghargaan, aktualisasi diri, mengetahui dan mengerti, dan
kebutuhan estetik. Kebutuhan-kebutuhan inilah yang mampu memotivasi tingkah
laku seseorang. Motivasi berasal dari bahasa Latin, yaitu ”movere” yang berarti dorongan atau daya penggerak.
Motivasi diartikan sebagai suatu
kondisi yang menggerakkan individu untuk mencapai suatu tujuan atau beberapa
tujuan dari tingkat tertentu atau dengan kata lain motivasi itu yang
menyebabkan timbulnya semacam kekuatan agar individu itu berbuat, bertindak,
atau bertingkah laku, (Effendi, 1984).
Self-motivation
adalah motivasi internal untuk melakukan suatu usaha demi suatu tujuan. Pada
intinya Self-motivation merupakan
kondisi psikologis yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu
Motivasi
dapat diartikan sebagai daya penggerak yang ada di dalam diri seseorang untuk
melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi tercapainya suatu tujuan. Motivasi
berkaitan dengan sumber pendorong yang mengarahkan prilaku untuk belajar dimana
motivasi merupakan aspek penting dalam pembelajaran. Semakin tinggi motivasi
seseorang maka kemauan belajarnya juga akan semakin tinggi.
0 komentar:
Tell us what you're thinking... !